19.07
1.Latar belakang
Masa
remaja sering dikenal dengan istilah masa pemberontakan. Pada masa-masa ini,
seorang anak yang baru mengalami pubertas seringkali menampilkan beragam
gejolak emosi, menarik diri dari keluarga, serta mengalami banyak masalah, baik
di rumah, sekolah, atau di lingkungan pertemanannya.
Kenakalan remaja di era modern ini sudah
melebihi batas yang sewajarnya. Banyak anak dibawah umur yang sudah mengenal Rokok,
Narkoba, Freesex,
dan terlibat banyak tindakan kriminal lainnya. Fakta ini sudah tidak dapat
diungkuri lagi, anda dapat melihat brutalnya remaja jaman sekarang. Meningkatnya tingkat kriminal di Indonesia
tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, tetapi banyak juga dari kalangan para
remaja. Tindakan kenakalan remaja sangat beranekaragam dan bervariasi dan lebih
terbatas jika dibandingkan tindakan kriminal orang dewasa. Juga motivasi para
remaja sering lebih sederhana dan mudah dipahami misalnya : pencurian yang
dilakukan oleh seorang remaja, hanya untuk memberikan hadiah kepada mereka yang
disukainya dengan maksud untuk membuat kesan impresif yang baik atau
mengagumkan.
Akibatnya, para
orangtua mengeluhkan perilaku anak-anaknya yang tidak dapat diatur, bahkan
terkadang bertindak melawan mereka. Konflik keluarga, mood swing, depresi, dan
munculnya tindakan berisiko sangat umum terjadi pada masa remaja dibandingkan
pada masa-masa lain di sepanjang rentang kehidupan.
Kenakalan Remaja
Kenakalan
remaja (juvenile delinquency) adalah
suatu perbuatan yang melanggar norma, aturan atau hukum dalam masyarakat yang
dilakukan pada usia remaja atau transisi masa anak-anak dan dewasa.
Sedangkan Pengertian kenakalan remaja Menurut
Paul Moedikdo,SH adalah :
a.Semua perbuatan yang dari orang dewasa
merupakan suatu kejahatan bagi anak-anak merupakan kenakalan jadi semua yang
dilarang oleh hukum pidana, seperti mencuri, menganiaya dan sebagainya.
b.Semua perbuatan penyelewengan dari norma
kelompok tertentu untuk menimbulkan keonaran dalam masyarakat.
c.Semua perbuatan yang menunjukkan kebutuhan
perlindungan bagi sosial.
Faktor pemicunya, menurut sosiolog
Kartono, antara lain adalah gagalnya remaja melewati masa transisinya, dari
anak kecil menjadi dewasa, dan juga karena lemahnya pertahanan diri terhadap
pengaruh dunia luar yang kurang baik.
Akibatnya,
para orangtua mengeluhkan perilaku anak-anaknya yang tidak dapat diatur, bahkan
terkadang bertindak melawan mereka. Konflik keluarga, mood swing, depresi, dan
munculnya tindakan berisiko sangat umum terjadi pada masa remaja dibandingkan
pada masa-masa lain di sepanjang rentang kehidupan.
Perilaku
yang ditampilkan dapat bermacam-macam, mulai dari kenakalan ringan seperti
membolos sekolah, melanggar peraturan-peraturan sekolah, melanggar jam malam
yang orangtua berikan, hingga kenakalan berat seperti vandalisme, perkelahian
antar geng, penggunaan obat-obat terlarang, dan sebagainya.
Dalam
batasan hukum, menurut Philip Rice dan Gale Dolgin, penulis buku The Adolescence, terdapat dua kategori pelanggaran yang dilakukan remaja,
yaitu:
a. Pelanggaran indeks, yaitu munculnya tindak kriminal yang dilakukan
oleh anak remaja. Perilaku yang termasuk di antaranya adalah pencurian,
penyerangan, perkosaan, dan pembunuhan.
b. Pelanggaran status, di antaranya adalah kabur dari rumah, membolos
sekolah, minum minuman beralkohol di bawah umur, perilaku seksual, dan perilaku
yang tidak mengikuti peraturan sekolah atau orang tua.
2.5 Penyebab
Kenakalan Remaja
Perilaku ‘nakal’ remaja bisa disebabkan
oleh faktor dari remaja itu
sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal).
Faktor internal:
a.Krisis
identitas: Perubahan
biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk
integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam
kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan ramaja
terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.
b.Kontrol
diri yang lemah: Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah
laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada
perilaku ‘nakal’. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua
tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk
bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.
c.Reaksi frustasi diri
Dengan semakin pesatnya usaha pembangunan, modernisasi yang berakibat
pada banyaknya anak remaja yang tidak mampu menyesuaikan diri
terhadap berbagai perubahan sosial itu. Mereka lalu mengalami banyak
kejutan, frustasi, ketegangan batin dan bahkan sampai kepada
gangguan jiwa.
d.Gangguan pengamatan dan tanggapan pada
anak remaja Adanya gangguan pengamatan dan tanggapan di atas
sangat mengganggu daya adaptasi dan perkembangan pribadi anak yang sehat.
Gangguan pengamatan dan tanggapan itu, antara lain : halusinasi, ilusi
dan gambaran semua. Tanggapan anak tidak merupakan
pencerminan realitas lingkungan yang nyata, tetapi berupa pengolahan
batin yang keliru, sehingga timbul interpretasi dan pengertian yang salah.
Sebabnya ialah semua itu diwarnai harapan yang terlalu muluk, dan kecemasan
yang berlebihan.
e.Gangguan berfikir dan intelegensi pada
diri remaja Berfikir mutlak perlu bagi kemampuan orientasi
yang sehat dan adaptasi yang wajar terhadap tuntutan lingkungan. Berpikir
juga penting bagi upaya pemecahan kesulitan dan permasalahan hidup
sehari-hari. Jika anak remaja tidak mampu mengoreksi pekiran-pekirannya
yang salah dan tidak sesuai dengan realita yang ada, maka pikirannya
terganggu.
f.Gangguan perasaan pada anak
remaja Perasaan memberikan nilai pada situasi kehidupan dan
menentukan sekali besar kecilnya kebahagiaan serta rasa kepuasan.
Perasaan bergandengan dengan pemuasan terhadap harapan, keinginan dan
kebutuhan manusia. Jika semua tadi terpuaskan, orang merasa senang dan
bahagia.
Faktor eksternal:
a.
Keluarga dan Perceraian
orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan
antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan
yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan
pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi
penyebab terjadinya kenakalan remaja.
b.
Teman sebaya yang kurang baik
c.
Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik.
Sedangkan menurut Kumpfer dan Alvarado, Faktor faktor
Penyebab kenakalan remaja antara lain :
a.
Kurangnya sosialisasi dari orangtua ke anak mengenai nilai-nilai moral dan
sosial.
b. Contoh perilaku yang ditampilkan orangtua (modeling) di
rumah terhadap perilaku dan nilai-nilai anti-sosial.
c.Kurangnya
pengawasan terhadap anak (baik aktivitas, pertemanan di sekolah ataupun di luar
sekolah, dan lainnya).
d.
Kurangnya disiplin yang diterapkan orangtua pada anak.
e.
Rendahnya kualitas hubungan orangtua-anak.
f.
Tingginya konflik dan perilaku agresif yang terjadi dalam lingkungan keluarga.
g.
Kemiskinan dan kekerasan dalam lingkungan keluarga.
h.
Anak tinggal jauh dari orangtua dan tidak ada pengawasan dari figur otoritas
lain.
i.
Perbedaan budaya tempat tinggal anak, misalnya pindah ke kota lain atau
lingkungan baru.
j.
Adanya saudara kandung atau tiri yang menggunakan obat-obat terlarang atau
melakukan kenakalan remaja.
2.6
Peranan Keluarga terhadap Kenakalan Remaja
Sarwono (1998) mengatakan bahwa
keluarga merupakan lingkungan primer pada setiap individu. Sebelum anak
mengenal lingkungan yang luas, ia terlebih dahulu mengenal lingkungan
keluarganya. karena itu sebelum anak anak mengenal norma-norma dan nilai-nilai
masyarakat, pertama kali anak akan menyerap norma-norma dan nilai-nilai yang
berlaku di keluarganya untuk dijadikan bagian dari kepribadiannya.
Orang
tua berperan penting dalam emosi remaja, baik yang memberi efek positif maupun
negative. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua masih merupakan lingkungan yang
sangat penting bagi remaja.
Menurut
Mu’tadin (2002) remaja sering mengalami dilema yang sangat besar antara
mengikuti kehendak orang tua atau mengikuti kehendaknya sendiri. Situasi ini
dikenal dengan ambivalensi dan hal ini akan menimbulkan konflik pada diri
remaja. Konflik ini akan mempengaruhi remaja dalam usahanya untuk mandiri,
sehingga sering menimbulkan hambatan dalam
penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya, bahkan dalam beberapa kasus tidak jarang remaja
menjadi frustasi dan memendam kemarahan yang mendalam kepada orang tuanya dan
orang lain disekitarnya. Frustasi dan kemarahan tersebut seringkali di
ungkapkan dengan perilaku perilaku yang tidak simpatik terhadap orang tua
maupun orang lain yang dapat membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain
disekitarnya.
Penilitian
yang dilakukan BKKBN pada umunya masalah antara orang tua dan anaknya bukan hal
hal yang mendalam seperti maslah ekonomi, agama, social, politik, tetapi hal
yang sepele seperti tugas-tugas di rumah tangga, pakaian dan penampilan.
Menurut
Nalland (1998) ada beberapa sikap yang harus dimiliki orangtua terhadap anaknya
pada saat memesuki usia remaja, yakni :
a. Orang tua perlu lebih fleksibel dalam
bertindak dan berbicara
b. Kemandirian anak diajarkan secara bertahap
dengan mempertimbangkan dan melindungi mereka dari resiko yang mungkin terjadi
karena cara berfikir yang belum matang. Kebebasan yang dilakukan remaja terlalu
dini akan memudahkan remaja terperangkap dalam pergaulan buruk, obat-obatan
terlarang, aktifitas seksual yang tidak bertanggung jawab dll
c. Remaja perlu diberi kesempatan melakukan
eksplorasi positif yang memungkinkan mereka mendapat pengalaman dan teman baru,
mempelajari berbagai keterampilan yang sulit dan memperoleh pengalaman yang
memberikan tantangan agar mereka dapat berkembang dalam berbagai aspek
kepribadiannya.
d. Sikap orang tua yang tepat adalah sikap
yang authoritative, yaitu dapat bersikap hangat, menerima, memberikan aturan
dan norma serta nilai-nilai secara jelas dan bijaksana. Menyediakan waktu untuk
mendengar, menjelaskan, berunding dan bisa memberikan dukungan pada pendapat anak
yang benar.
Struktur keluarga anak nakal pada
umumnya menunjukkan beberapa kelemahan/cacat di pihak ibu, antara lain
ialah sebagai berikut: 1) Ibu ini
tidak hangat, tidak mencintai anak-anaknya, bahkan sering membenci dan
menolak anak laki-lakinya, sama sekali tidak acuh terhadap kebutuhan
anaknya.
2) Ibu
kurang mempunyai kesadaran mengenai fungsi kewanitaan dan keibuannya;
mereka lebih banyak memiliki sifat ke jantan-jantanan.
3)
Reaksi terhadap kehidupan anak-anaknya tidak adekuat, tidak cocok,
tidak harmonis. Mereka tidak sanggup memenuhi kebutuhan anak-anaknya,
baik yang fisik maupun yang psikis sifatnya.
4)
Kehidupan perasaan ibu-ibu tadi tidak mantap, tidak konsisten, sangat
mudah berubah dalam pendiriannya, tidak pernah konsekuen., dan
tidak bertanggung jawab secara moral.
Beberapa kelemahan di pihak ayah yang
mengakibatkan anaknya menjadi nakal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Mereka
menolak anak laki-lakinya.
2)
Ayah-ayah tadi hampir selalu absen atau tidak pernah ada di tengah
keluarganya, tidak perduli, dan sewenang-wenang terhadap anak dan
istrinya.
3)
Mereka pada umumnya alkoholik, dan mempunyai prestasi kriminalitas,
sehingga menyebarkan perasaan tidak aman (insekuritas) kepada anak dan
istrinya.
4) Ayah-ayah
ini selalu gagal dalam memberikan supervisi dan tuntunan moral kepada anak
laki-lakinya.
5) Mereka
mendidik anaknya dengan disiplin yang terlalu ketat dan keras atau dengan
disiplin yang tidak teratur, tidak konsisten. Selain itu, ada juga
beberapa faktor yang datang dari keluarga, antara lain :
1)
Rumah tangga berantakan. Bila rumah tangga terus menerus dipenuhi
konflik yang serius, menjadi retak, dan akhirnya mengalami perceraian,
maka mulailah serentetan kesulitan bagi semua anggota keluarga,
terutama anak-anak. Pecahlah harmonis dalam keluarga, dan anak menjadi
sangat bingung, dan merasakan ketidakpastian emosional. Dengan rasa
cemas, marah dan risau anak mengikuti pertengkaran antara ayah dengan
ibu. Mereka tidak tahu harus memihak kepada siapa. Batin anak menjadi
sangat tertekan, sangat menderita, dan merasa malu akibat ulah orang tua
mereka. Ada perasaan ikut bersalah dan berdosa, serta merasa malu terhadap
lingkungan.
2)
Perlindungan-lebih dari orang tua. Bila orang tua terlalu banyak
melindungi dan memanjakan anak-anaknya, dan menghindarkan mereka dari
berbagai kesulitan atau ujian hidup yang kecil, anak-anak pasti menjadi
rapuh dan tidak akan pernah sanggup belajar mandiri. Mereka akan selalu
bergantung pada bantuan – orang tua, merasa cemas dan bimbang ragu selalu;
aspirasi dan harga-dirinya tidak bisa tumbuh berkembang. Kepercayaan dirinya
menjadi hilang.
3) Penolakan
orang tua. Ada pasangan suami-istri yang tidak pernah bisa memikul
tanggung jawab sebagai ayah dan ibu. Mereka ingin terus melanjutkan
kebiasaan hidup yang lama, bersenang-senang sendiri seperti sebelum
kawin. Mereka tidak mau memikirkan konsekuensi dan tanggung jawab selaku
orang dewasa dan orang tua. Anak-anaknya sendiri ditolak, dianggap
sebagai beban, sebagai hambatan dalam meniti karir mereka. Anak mereka
anggap cuma menghalang-halangi kebebasan bahkan cuma merepotkan saja.
4) Pengaruh
buruk dari orang tua.
a. Tingkah-laku kriminal, a-susila (suka
main perempuan, korup, senang berjudi, sering mabuk-mabukan, kebiasaan
minum dan menghisap rokok berganja, bertingkah sewenang-wenang, dan
sebagainya. dari orang tua atau salah seorang anggota keluarga bisa
memberikan pengaruh menular atau infeksius kepada anak. Anak jadi ikut-ikutan
kriminal dan a-susila, atau menjadi anti-sosial. Dengan begitu kebiasaan
buruk orang tua mengkondisionir tingkah-laku dan sikap hidup anak-anaknya.
b. Lingkungan Sekolah yang Tidak
Menguntungkan Sekolah kita sampai waktu sekarang masih banyak
berfungsi sebagai “sekolah dengar” daripada memberikan kesempatan luas
untuk membangun aktivitas, kreativitas dan inventivitas anak. Dengan
demikian sekolah tidak membangun dinamisme anak, dan tidak merangsang
kegairahan belajar anak. Selanjutnya, berjam-jam lamanya setiap
hari anak-anak harus melakukan kegiatan yang tertekan, duduk, dan pasif
mendengarkan, sehingga mereka menjadi jemu, jengkel dan apatis.
Di kelas, anak-anak-terutama para remajanya sering mengalami frustasi
dan tekanan batin, merasa seperti dihukum atau terbelenggu oleh
peraturan yang “tidak adil”. Di satu pihak pada dirinya anak ada
dorongan naluriah untuk bergiat, aktif dinamis, banyak bergerak dan
berbuat; tetapi di pihak lain anak dikekang ketat oleh disiplin mati di
sekolah serta sistem regimentasi dan sistem sekolah-dengar. Ada
pula guru yang kurang simpatik, sedikit memiliki dedikasi pada profesi,
dan tidak menguasai didaktik-metodik mengajar. Tidak jarang profesi
guru/dosen dikomersialkan, dan pengajar hanya berkepentingan dengan
pengoperan materi ajaran belaka. Perkembangan kepribadian anak sama
sekali tidak diperhatikan oleh guru, sebab mereka lebih berkepentingan
dengan masalah mengajar atau mengoperkan informasi belaka.
c. Media elektronik Tv,
video, film dan sebagainya nampaknya ikut berperan merusak mental remaja,
padahal mayoritas ibu-ibu yang sibuk menyuruh anaknya menonton tv sebagai
upaya menghindari tuntutan anak yang tak ada habisnya. Sebuah penelitian
lapangan yang pernah dilakukan di Amerika menunjukkan bahwa film-film
yang memamerkan tindak kekerasan sangat berdampak buruk pada tingkah laku
remaja. Anak yang sering menonton film-film keras lebih terlibat dalam
tindak kekerasan ketika remaja dibandingkan dengan teman-temannya yang
jarang menonton film sejenis. Polisi Amerika menyebutkan bahwa sejumlah
tindak kekerasan yang pernah ditangani polisi ternyata
dilakukan oleh remaja persis sama dengan adegan-adegan film yang
ditontonnya. Ternyata anak meniru dan mengindentifikasi film-film yang
ditontonnya.
d. Pengaruh
pergaulan Di usia remaja, anak mulai meluaskan pergaulan sosialnya
dengan teman-tema sebayanya. Remaja mulai betah berbicara berjam jam
melalui telefon. Topik pembicaraan biasanya seputar pelajaran, film, tv
atau membicarakan cowok/ cewek yang ditaksir dsb. Hubungan sosial
di masa remaja ini dinilai positif karena bisa mengembangkan orientasi
remaja memperluas visi pandang dan wawasan serta menambah informasi,
bahkan dari hubungan sosial ini remaja menyerap nilai-nilai sosial yang
ada di sekelilingnya. Semua faktor ini menjadi penyokong dalam
pembentukan kepribadiannya dan menambah rasa percaya diri karena pengaruh
pergaulan yang begitu besar pada diri remaja, maka hubungan remaja dengan
teman sebayanya menentukan kualitas remaja itu. Kalau ini disadari oleh
remaja, maka dengan sadar remaja akan menyeleksi teman pergaulannya.
Adapun bentuk-bentuk dari kenakalan remaja
adalah :
a.
Kebut-kebutan dijalanan yang mengganggu keamanan lalu lintas dan membahayakan
jiwa serta orang lain
b.
Membolos sekolah lalu bergelandangan sepanjang jalan dan kadang-kadang pergi ke
pasar untuk bermain game
c.
Memakai dan menggunakan bahan narkotika bahkan hal yang mereka anggap ringan
yakni minuman keras.
d.
Perjudian dan bentuk-bentuk permainan lain dengan taruhan, seperti permainan
domino, remi dan lain-lain.
e.
Perkelahian antar geng, antar kelompok, antar sekolah, sehingga harus
melibatkan pihak yang berwajib.
SOLUSI/Cara
Mengatasi Kenakalan Remaja:
Dari berbagai permasalahan yang terjadi dikalangan remaja masa kini, maka
tentunya ada beberapa solusi yang ditawarkan kepada kita:
1. Membentuk lingkungan yang baik.
-Caranya ialah agar anak-anak itu lebih banyak berkumpul dan bergaul
dengan orang-orang yang takut akan Allah atau memilih teman yang dekat dengan
Tuhan. Jika hal ini mampu kita lakukan maka peluang bagi remaja/anak
untuk melakukan hal yang negative akan sedikit berkurang.
2. Sekolah –Sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang memiliki
pengaruh kuat terhadap perkembangan remaja. Ada banyak hal yang bisa kita
lakukan di sekolah untuk memulai perbaikan remaja, diantaranya melakukan
program mentoring pembinaan remaja lewat kegiatan kerohanian.
3. Pembinaan dalam keluarga:
Keluarga adalah sekolah
pertama bagi anak. Mulailah perbaikan dari sikap yang paling kecil,
seperti selalu berkata jujur meski dalam candaan/gurauan. Jangan sampai
ada kata-kata bohong, dan jangan lupa adakan kebaktian pagi.
Orangtua adalah orang yang paling bertanggungjawab dengan akhlak dan perilaku
anaknya. Orangtua harusnya memberikan perhatian lebih terhadap anak-anak
mereka.
Perlu kita ingat bahwa kelengahan,
keteledoran dari salah satu lingkungan, merupakan kegagalan dalam pembinaan
remaja dan akan berarti sia-sialah atau gagallah pembinaan oleh lingkungannya.
Jadi, masalah Kenakalan Remaja merupakan sebagian masalah sosial yang saling
kait mengait satu sama lain dan kompleks sehingga dalam pembinaan remaja serta
mengatasinya mengharuskan adanya koordinasi fungsional dan lintas sektoral dari
semua pihak yang ada hubungannya serta mempunyai tanggungjawab demi keselamatan
masa depan remaja khususnya untuk kepentingan Nusa dan Bangsa pada umumnya.
Masih banyak hal lain yang bisa kita lakukan dalam memperbaiki kenakalan yang
terjadi saat ini. Semuanya adalah merupakan tanggung jawab kita.
Marilah kita bekerjasama untuk memperbaiki masa depan generasi kita, karena
hitam dan putih bangsa ini ada ditangan mereka semua. Jika kita tidak
memulai dari sekarang dan dari kita sendiri, maka siapa lagi yang akan memulai
dan memperbaikinya.
0 komentar:
Posting Komentar